Social Icons

blog

Minggu, 15 Oktober 2017

TRUE STORY: PENGALAMAN "NGALAP BERKAH"




Berbagi pengalaman saja, semoga bermanfaat dan dijauhkan dari mudharatnya......


Astana Sunan Gunung Jati (Wikipedia)

Pengalaman “ngalap berkah”…..

Sebelum kejadian yg akan saya ceritakan ini, saya sama sekali tidak mengerti soal-soal ziarah. Rumah orang tua saya termasuk tidak begitu jauh dari makam salah satu wali songo terkenal, dan waktu kecil saya sering bermain layang-layang di halaman makam tersebut (waktu itu masih luas, belum banyak bangunannya spt sekarang). Namun saya hanya tahu itu makam wali, yang penting jangan ganggu makam dan jangan mengucapkan kata-kata kotor di situ.
Sampai selesai sekolah kemudian bekerja, saya juga belum tahu soal ziarah. Jika ada teman cerita soal ziarah ke makam wali dsbnya, saya anggap hal itu wajar saja. Sebagai bentuk penghormatan kita kepada para tokoh di masa lalu yang berjasa dalam penyebaran dan pengembangan agama. Singkatnya, saya tidak begitu interes ke hal-hal berkaitan dengan ziarah.
Sampai suatu saat mengalami kejadian aneh yang mungkin telah mengubah pandangan saya soal tersebut.
Kejadiannya di daerah Jawa Barat, di Cirebon. Secara kebetulan di kota itu sedang ada peringatan Maulud Nabi, pas saya berada disana bersama teman saya orang asli daerah itu. Teman saya mengajak saya nonton keramaian itu. Biar tahu adat istiadat disini, katanya. Saya setuju. Maka bersama teman saya itu kami berbaur dengan orang banyak mulai malam harinya. Kita mengikuti acara di istana Kasepuhan, 'lek-lekan' disitu sampai subuh. Setelah solat subuh bersama orang banyak bergantian berusaha bersalaman dengan Sultan Kasepuhan, jadi harus antri panjang sekali.....Kita ikuti saja, namanya juga ingin tahu.


Keraton Kasepuhan (Wikipedia)


Selesai acara di Kasepuhan, kita mengikuti aliran manusia banyak itu menuju Astana Cirebon. Tempat ini adalah makam Sunan Gunung Jati, atau Fatahillah, atau Faletehan. Dalam sejarah beliau dikenal sebagai Panglima Angkatan Laut yang berhasil mencegah bangsa Portugis yang akan mendirikan benteng di Jayakarta (Sunda Kelapa-Jakarta). Sepertinya saya merasa pas berziarah ke makam beliau.
Orang sebanyak itu, semuanya ingin masuk ke Astana, jadinya ya berdesak-desakan. Nah, di situ saya heran melihat orang banyak itu saling berebut memegang dan mengusap-usap benda-benda peninggalan sang wali, berupa piring atau mangkuk / keramik China yang menjadi hiasan dinding Astana. Mereka mengusap-usap menggunakan sajadah atau selendang, lalu diusapkan ke anak yang digendongnya. Saya hanya melihat saja kesibukan orang-orang tersebut, situasinya berdesak-desakan, dan saya terpisah dengan teman saya.
Saya berpikir, apa ini yang dinamakan 'ngalap berkah wali'? Lalu berpikir lagi, beliau kan sudah meninggal ratusan tahun yang lalu, lalu bagaimana bisa memberikan berkah kepada orang sebanyak ini? Jadi saya hanya melihat saja, berjalan berdesak-desakan menuju pintu masuk makam.
Ternyata pintu masuk berupa 'Lawang Gedhe' kondisi tertutup, dan rupanya di Pintu Besar ini terpusat 'ngalap berkahnya'.
Cerita 'seru'-nya di dekat pintu ini...Orang berebut mengusap-usap daun pintu (dari kayu jati kayaknya) yang kokoh itu. Di dekat situ juga ada kemenyan yang dibakar, baunya harum, suasananya religius sekali.
Saya tedorong ke depan dekat pintu.Di situ saya berpkir:"Mengapa orang-orang ini berebut mengusap-usap daun pintu, dan bukan gagang pintu (dari kuningan)?" Cara berpikir saya sederhana, jika ada berkahnya, tentu berkah itu "mengalir lebih banyak" di logam (kuningan)......
Jadi, ...saya mau memegang gagang pintu kuningan itu....
Saya terdorong ke depan.dan kemudian saya pegang gagang pintu kuningan Lawang Gedhe dengan kedua tangan......dan byaar....saya dengar seperti letusan kecil, tangan saya seperti kena stroom listrik. Karena kagetnya, kedua tangan saya otomatis mendekap ke dada, dan saya terjatuh ke belakang (terjengkang).
Saya kaget luar biasa, dan ketakutan sekali.
Orang-orang di sekitar saya masih berebut meraih daun pintu. Karena ketakutan, sambil duduk saya menggeser ke belakang, tidak berani membelakangi pintu.Setelah agak jauh dari pintu dan tempat agak lega, saya coba rasakan. Kaget seperti terkena strom listrik, tapi siku dan lengan tidak sakit? Saya sering memperbaiki alat listrik dan beberapa kali kena strom, biasanya di siku dan lengan terasa linu. Kesimpulan saya, bukan strom listrik, nggak tahu apa namanya….
Kejadian itu membuat saya bertanya-tanya, mengapa saya dikejutkan dan didorong sampai jatuh terjengkang? Mungkin mbah Sunannya tahu saya tidak yakin, atau barangkali ada tindakan saya kurang sopan, sehingga perlu 'dijewer'?
Saya penasaran, maka kurang lebih 3 bulan kemudian saya sowan lagi ke Astana sendirian. Banyak yang berziarah tapi tidak padat. Pintu 'Lawang Gedhe' juga kondisi tertutup, lalu dengan hati-hati saya pegang gagang pintu kuningan itu .......ternyata ya nggak apa-apa, biasa saja. Lalu saya berdzikir dan mohon maaf kepada mbah Sunan di depan 'Lawang Gedhe'.
Sejak saat itu, saya suka ziarah, bukan mau minta-minta ke makam, tetapi mengagumi dan menghormati tokoh yang banyak jasanya terhadap umat manusia……..



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates