Setiap kejadian kecelakaan kerja membawa akibat kerugian bagi perusahaan atau instansi yang bersangkutan. Nilai dari kerugian itu ada yang bisa diperhitungkan secara langsung, namun ada pula yang tidak bisa diperhitungkan secara langsung.
Nilai kerugian langsung antara lain : beaya perawatan dan pengobatan penderita, beaya perbaikan atau pengadaan baru peralatan yang rusak, tunjangan khusus untuk penderita, premi asuransi kecelakaan, nilai produksi yang hilang akibat terhentinya proses kerja.
Sedangkan nilai-nilai kerugian tidak langsung :
1. Nilai ketrampilan / skill yang hilang atau berkurang.
2. Waktu dan beaya yang diperlukan untuk melatih pekerja baru.
3. Beaya yang dikeluarkan sehubungan dengan jam kerja yang hilang yang menyebabkan keterlambatan proses produksi / jasa, termasuk beaya lembur yang harus diadakan.
4. Upah keluaran menurun bagi pekerja yang cacat.
5. Beaya pengawas dan administrasi.
6. Menurunnya mutu produksi / jasa, yang bisa berakibat berkurangnya kepercayaan.
Nilai-nilai kerugian tidak langsung yang disebutkan di atas merupakan beaya-beaya yang sulit dihitung secara tepat. Namun berdasarkan pengalaman dan sering digunakan sebagai patokan, bahwa besarnya nilai kerugian tidak langsung rata-rata adalah 4 x jumlah nilai kerugian langsung.
Disamping kerugian yang ditanggung oleh perusahaan, tidak bisa diabaikan nilai kerugian yang ditanggung oleh pihak keluarga / penderita :
1. Beaya Perawatan. Walaupun beaya perawatan dan pengobatan ditanggung oleh perusahaan / instansi yang bersangkutan, beaya perawatan lain-lain pasti ada dan merupakan beban bagi pihak keluarga / penderita.
2. Penghasilan pihak keluarga / penderita menjadi berkurang, khususnya bila penderita mengalami cacat.
3. Bila korban meninggal, maka penderitaan pihak keluarga semakin besar.
Disamping itu masih ada kerugian yang ditanggung oleh masyarakat luas, dan di antara kerugian itu bisa menyebabkan beberapa atau banyak orang kehilangan mata pencaharian. Misalnya terjadinya kecelakaan berupa tabrakan kendaraan bermotor yang juga menabrak kios-kios di pinggir jalan, tabrakan kereta api dengan mobil, jembatan runtuh, tanggul jebol, dan sebagainya.
Disamping itu masih ada kerugian yang ditanggung oleh masyarakat luas, dan di antara kerugian itu bisa menyebabkan beberapa atau banyak orang kehilangan mata pencaharian. Misalnya terjadinya kecelakaan berupa tabrakan kendaraan bermotor yang juga menabrak kios-kios di pinggir jalan, tabrakan kereta api dengan mobil, jembatan runtuh, tanggul jebol, dan sebagainya.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa suatu kecelakaan kerja tidak saja merugikan perusahaan / instansi yang bersangkutan secara ekonomis, namun juga kerugian yang bersifat sosial.
Safety First
Sedangkan data statistik kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2003 – 2013 berada pada kisaran 708 kasus tiap tahunnya, terendah pada tahun 2010 dan tertinggi pada tahun 2012 mencapai angka 1039 kasus kebakaran. Perkiraan kerugian berkisar dari Rp.109.838.835.000,- pada tahun 2003, dan tertinggi Rp.298.450.580.000,- pada tahun 2012.Sepanjang 2013 terjadi sejumlah 997 kebakaran di DKI Jakarta dengan perkiraan kerugian Rp. 254.546.600.000, kematian sejumlah 42 jiwa dan jumlah jiwa yang terkena dampak mencapai 20.861 jiwa.
Artikelnya bagus, tulisannya jelas, mudah mengerti.
BalasHapusTrims
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus