Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 ( KATIGA ) ialah segala usaha yang dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, keselamatan dan keamanan peralatan / mesin serta keamanan dan kenyamanan lingkungan.
Di Indonesia masalah Katiga dijamin berdasarkan undang-undang. UUD 1945 pasal 27 ayat 2 menyatakan, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kata-kata " pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan " mengandung arti adanya jaminan keselamatan dan kesehatan bagi warga negara yang melakukan pekerjaan. Dengan demikian, suatu jenis pekerjaan yang mengandung resiko bahaya tidak boleh diabaikan begitu saja faktor-faktor yang diperlukan untuk menjamin keamanannya, melainkan harus disediakan alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk memperkecil dan meniadakan resiko bahayanya.Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 di atas dijabarkan ke dalam undang-undang No.14 tahun 1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Pasal 9 undang-undang tersebut menyatakan :
" Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama . "
Sejak tahun 1970 masalah Katiga di Indonesia dilihat dari segi hukum menjadi semakin mantap dengan keluarnya undang-undang no.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Perusahaan atau majikan tidak bisa berbuat sewenang-wenang terhadap karyawannya. Perusahaan atau majikan berkewajiban untuk memperlakukan karyawannya sesuai harkat kemanusian, selain berkaitan dengan besarnya upah yang diberikan, perusahaan atau majikan juga wajib mengeluarkan beaya-beaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, melengkapi perusahaannya dengan peralatan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran - termasuk melatih para pekerjanya dalam usaha-usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran - serta berupaya mencegah tejadinya penyakit akibat kerja.
Sebaliknya bagi karyawan atau pekerja yang terikat dengan penjanjian kerja, mereka tidak bisa berbuat semaunya sendiri, melainkan memiliki tanggung jawab untuk berbuat atau bertindak sesuatu aturan yang diberlakukan, wajib mematuhi aturan-aturan keselamatan kerja demi keselamatan dirinya sendiri dan juga keselamatan karyawan lainnya serta perusahaan, termasuk keselamatan lingkungan kerja dan juga lingkungan hidup sekitarnya.
Walaupun undang-undang no.1 tahun1970 itu berjudul Undang-undang Keselamatan Kerja, namun pasal-pasal di dalamnya mencakup masalah Kesehatan Kerja, sehingga undang-undang No.1 tahun 1970 itu yang digunakan sebagai pedoman pokok di Indonesia menyangkut masalah Katiga. Selain itu, permasalahaan Katiga sangat erat kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup. Dan pada tahun 1984 disahkan undang-undang no.4 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu ketentuan pokok dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan undang-undang tersebut menyatakan : " Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya."
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa negara memberi jaminan keselamatan dan kesehatan kepada para pekerjanya, namun negara juga menuntut tanggung jawab dari tenaga kerja untuk melakukan usaha-usaha yang bertujuan demi terwujudnya keselamatan dan kesehatan bersama.
SEJARAH DAN FALSAFAH KATIGA
Ada beberapa bukti sejarah yang telah ditemukan, bahwa sejak zaman sebelum tahun Masehi masalah keselamatan kerja sudah menjadi perhatian dari raja atau penguasa, dan juga merupakan hak bagi rakyat atau tenaga kerja.
Bukti sejarah yang ditemukan dari bekas kerajaan Babilonia-Mesir yang dikenal pernah jaya pada abad-17 sebelum Masehi, rajanya yang bernama Hamurabi mengeluarkan undang-undang yang berbunyi :
" Bila seorang ahli bangunan membuat rumah untuk seseorang.dan membuatnya tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga rumah itu roboh, maka ahli bangunan itu harus dibinasakan. Dan apabila anak pemilik rumah menjadi korban sehingga meninggal, maka anak dari ahli bangunan itu harus dibunuh. Jika budak dari pemilik rumah itu yang meninggal, maka harus diganti dengan budak dari ahli bangunan itu. "
Ditemukan juga undang-undang yang ditulis pada abad-12 sebelum Masehi :
" Barang siapa membangun rumah baru dan menginginkan tidak timbul kecelakaan karena jatuh dari tempat yang tinggi, maka tiap ujung atap rumah yang sedang dibangun harus diberi pagar pengaman "
Seorang ahli hukum di zaman kerajaan Romawi Kuno, Plinius, pada abad-1 sebelum Masehi menulis bahwa untuk mencegah kecelakaan karena gas beracun, maka para pekerja di tambang-tambang diharuskan memakai tutup hidung atau masker.
Dalam tulisannya, Plinius juga mengingatkan tentang jenis-jenis pekerjaan dan tempat-tempat bekerja yang dapat menimbulkan penyakit bagi para pekerjanya ( penyakit karena jabatan ).
Dalam tulisannya, Plinius juga mengingatkan tentang jenis-jenis pekerjaan dan tempat-tempat bekerja yang dapat menimbulkan penyakit bagi para pekerjanya ( penyakit karena jabatan ).
Kemudian pada tahun 1450 Masehi, Dominico Fontana yang mendapat tugas membangun obelisk di tengah-tengah lapangan St.Pieter di Roma mengharuskan para pekerjanya memakai pelindung kepala / helm seperti yang dipakai oleh para prajurit Roma, agar mereka tidak mengalami kecelakaan fatal bila kejatuhan benda-benda bangunan.
Dari bukti-bukti sejarah tersebut kita ketahui bahwa masalah Katiga sejak zaman dahulu sudah ada, bahkan sanksi hukum bagi pelanggarnya lebih berat, sehingga dalam melakukan pekerjaan bangunan misalnya, yang digunakan oleh publik, maka mereka yang mendapat tugas membangun akan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dan tidak berani bekerja sembarangan. Bila mereka melakukan kesalahan sehingga menimbulkan korban bagi orang lain, maka akan mendapat sanksi hukum yang sepadan dengan penderitaan korbannya.
Tingkat
kecelakaan kerja di Indonesia
Tingkat kecelakaan kerja di Indonesia termasuk tinggi, dibandingkan dengan negara lainnya, misalnya
Singapura. Menurut Guru Besar Tetap
Bidang Ilmu Keselamatan Kerja Universitas Indonesia, Fatma Lestari, pada pidato pengukuhannya hari
Rabu tanggal 15 Januari 2014, data statistik pada tahun 2012 menunjukkan telah
terjadi 103.074 kecelakaan kerja,
berarti rata-rata terjadi 382 kecelakaan kerja setiap harinya. Dari jumlah tersebut, 91,21 persen korban
kecelakaan sembuh kembali, 3,8 persen mengalami cacat fungsi, 2,61 persen
mengalami cacat sebagian, dan sisanya meninggal dunia ( 2.419 kasus ) dan
mengalami cacat total tetap ( 37 kasus ).
Sebagai perbandingan, jumlah kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian di
Singapura relatif rendah. Pada tahun
2004 hanya terjadi 83 kasus, 2005 terjadi
71 kasus, 2006 terjadi 62 kasus, 2007 terjadi 63 kasus, dan tahun 2008 hanya terjadi 67 kasus.
Sedangkan data statistik kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran dan
Penanggulangan Bencana DKI Jakarta selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2003 –
2013 berada pada kisaran 708 kasus tiap tahunnya, terendah pada tahun 2010 dan tertinggi pada
tahun 2012 mencapai angka 1039 kasus kebakaran. Perkiraan kerugian berkisar
dari Rp.109.838.835.000,- pada tahun 2003, dan tertinggi Rp.298.450.580.000,-
pada tahun 2012.
Sepanjang 2013 terjadi sejumlah 997 kebakaran di
DKI Jakarta dengan perkiraan kerugian Rp. 254.546.600.000, kematian sejumlah 42
jiwa dan jumlah jiwa yang terkena dampak mencapai 20.861 jiwa.
"Penerapan Keselamatan di Indonesia saat kini perlu ditingkatkan, namun terdapat tantangan antara lain masih rendahnya kesadaran keselamatan sebagian besar masyarakat Indonesia, belum terintegrasinya manajemen keselamatan secara nasional, masing-masing sektor menggerakkan diri secara sektoral dan sporadis, keselamatan belum dianggap tanggung jawab bersama. Belum semua universitas memasukkan pendidikan keselamatan ke dalam kurikulum," ( Fatma Lestari, www.republika.co.id)..
Bukan di Indonesia saja.
Pada bulan Maret tahun 2014 dunia dikejutkan dengan
peristiwa hilangnya pesawat Malaysia Airlnes MH370, rute penerbangan Kuala Lumpur – Beijing, hilang dan tidak diketahui jejaknya setelah kontak
terakhir 01.07 waktu setempat, hari
Sabtu tanggal 8 Maret 2014. Pesawat
tersebut membawa penumpang 227 orang dan 12 awak pesawat.
Setelah kejadian itu, kurang lebih dua
minggu kemudian, hari Senin tanggal 24 Maret 2014, pesawat Malaysia Airlines
MH066 jenis :Airbus A330-300 dari Kuala Lumpur
menuju Seoul, mendarat darurat di Hong Kong disebabkan
karena kerusakan generatornya.
Pesawat itu membawa 271 penumpang.
Rupanya kemalangan belum selesai, karena satu lagi pesawat Malaysia Airlines,
pesawat MH192 rute Kuala Lumpur – Bangalore,
India, setelah 3 jam penerbangan
menuju Bangalore terpaksa kembali ke Bandara Internasional Kuala Lumpur. Pesawat lepas landas pada hari Minggu 20
April 2014 sekitar pukul 22.00, dan mendarat kembali di Kuala Lumpur jam 01.56
waktu setempat. Adapun penyebabnya
adalah pecah ban, yang baru diketahui di
tengah perjalanan, sehingga pesawat
harus kembali ke tempat pemberangkatan semula. MH192 adalah pesawat jenis Boeing 737-800, dan saat itu membawa 166 penumpang.
Selain kejadian-kejadian tersebut, masih ada lagi peristiwa kecelakaan kerja
yang mengakibatkan korban jiwa cukup besar, yaitu tenggelamnya kapal ferry
Korea Selatan pada tanggal 16 April 2014.
Kemudian kebakaran beruntun di Jakarta yang menimpa Pasar Senen pada
tanggal 25 April 2014 dan Pasar Rumput pada tanggal 28 April 2014. Ribuan kios di Pasar Senen hangus terbakar.
Banyak dan beruntunnya kejadian
kecelakaan mendorong kita semua untuk lebih serius dalam menerapkan
prinsip-prinsip dan manajemen keselamatan kerja, serta upaya-upaya pencegahan bahaya
kebakaran.
NATION'S 10 MOST DANGEROUS JOBS
Mothers, don't let your babies grow up to be loggers. Not only is logging the most dangerous profession in America, accounting for 128 deaths per 100,000 individuals, loggers are paid poorly for taking such big risks, according to FinancesOnline, a web site that looked at Bureau of Labor Statistics data to find the nation's most dangerous professions and their average wages.
It's worth noting that the professions you'd expect to be dangerous -- police and firefighting -- don't make the top 10. Instead, the government reports that the most lethal activity is "transportation." ( Read here )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar